23.9 C
Tangerang
Tuesday, 18 March, 2025
spot_img

Hidup: Sebuah Pergumulan

(Sumber Inspirasi: Matius 11: 25-30)

Ketika menjalani kehidupan ini, seorang manusia tidak pernah lepas dari beban hidup. Hidup yang dijalani tidak hanya menjanjikan kegembiraan semata tetapi juga menawarkan  jalan kesengsaraan, via dolorasa. Sebagai orang beriman akan Kristus, dalam menjalani kehidupan ini harus mengakrabkan diri pada DIA yang telah memperlihatkan jalan kesengsaraan dan beban, sekaligus menawarkan kelegaan batin bagi mereka yang mengalami ketertekanan hidup. Dalam menjalani hidup, perlu ada pergumulan dan refleksi atas hidup itu sendiri agar sanggup membawa kesegaran baru. Meminjam kata-kata Socrates, “Hidup yang tidak pernah direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas untuk dijalani.” Socrates menyentil kesadaran kita untuk terus memaknai hidup dalam terang refleksi iman. Melalui pergumulan hidup, kita memandang hidup sebagai sebuah anugerah yang perlu disyukuri.

Apakah setiap orang mensyukuri hidup ini? Pertanyaan sederhana ini menggugat kesadaran kita untuk menempatkan pergumulan hidup di hadapan Tuhan. Namun bagi orang yang tidak beriman pada Tuhan dan selalu bersikap skeptis,  memandang “hidup sebagai penyakit, dunia baginya adalah rumah sakit dan mati adalah jalan keluar terbaik.” Pandangan tentang hidup yang murahan ini tidak berlaku pada orang beriman akan Kristus. Bagi orang yang beriman, memandang “hidup sebagai sebuah anugerah, dunia adalah medan bakti dan mati adalah awal mula menemukan hidup abadi.”

Bacaaan Injil hari ini menawarkan jalan kelegaan bagi mereka yang tengah mengalami kesulitan hidup yang membawa beban baginya. Yesus menyoroti beban hidup  yang  diciptakan oleh pemuka Yahudi untuk dibebankan pada orang-orang kecil. Hukum dan adat istiadat yang ditawarkan oleh ahli-ahli Taurat tidak memberikan sebuah kelegaan namun justeru menekan kehidupan orang-orang kecil. Kebebasan mereka terpasung oleh penerapan hukum yang otoriter. Sebagai Mesias, Yesus menawarkan ajaran baru yang memberikan kelegaan batin dan tindakan mesianik yang berpihak pada nilai kemanusiaan.

Kritik Yesus pada penerapan hukum Taurat sepertinya membangun kesadaran publik tentang sesuatu yang keliru. Yesus tidak meniadakan hukum Taurat tetapi melontarkan kritik atas penerapan hukum Taurat yang keliru dan bahkan mengesampingkan aspek kemanusiaan. Namun kritik profetis ini mendapatkan reaksi yang berbeda. Bagi orang-orang kecil yang selama itu mengalami ketertekanan hidup akan mendapatkan kabar gembira oleh keberpihakan Yesus. Namun di sisi lain, kritik Yesus merupakan sebuah ancaman bagi ahli Taurat.

Dalam memberikan kritik dan menawarkan ruang kelegaan, Yesus selalu menyebut diri lemah lembut dan rendah hati. Dengan mengatakan diri yang lemah lembut dan rendah hati, sebenarnya Yesus memposisikan diri sebagai orang kecil yang selalu bersandar pada Bapa. Ketergantungan hidup pada Bapa memperlihatkan relasi yang menyenangkan dan sekaligus memberikan proteksi pada kehidupan di bawah kolong langit ini. “Marilah kepada-Ku semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28). Banyak orang memikul beban yang berat. Sebagian orang mengalami kehilangan orang-orang  terkasih karena kematian yang menjemput. Banyak orang juga mengalami beban karena kehilangan pekerjaan yang menjadi penopang kehidupan ekonomi. Marilah bersandar pada “bahu Yesus” untuk mendapatkan topangan yang sempurna. Dalam diri Yesus selalu ada jalan untuk  meringankan beban hidup kita. “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Kupun ringan.” ***(Valery Kopong)

 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

imankatolik.or.id
Kalender bulan ini

Popular