23.9 C
Tangerang
Saturday, 8 February, 2025
spot_img

Merawat Kehidupan

Pada tanggal 25 April 2022 saya mendapat kiriman foto kegiatan kunjungan anak-anak BIA Gregorius ke panti asuhan Bhakti Luhur – Citra Raya. Sebelum melakukan kunjungan, anak-anak dan pembimbing berkumpul di gereja Gregorius. Setelah mendapat doa dan berkat dari Romo Wahyu, mereka melakukan perjalanan. Kunjungan ini menarik karena bahan-bahan sembako yang dibawa ke panti asuhan itu dibeli oleh anak-anak BIA Gregorius dari hasil menabung selama masa pandemi. Memang, pandemi mengekang ruang kebebasan setiap orang tetapi tidak mengekang daya kreasi anak-anak untuk melakukan tindakan yang produktif.

Bahan-bahan sembako yang dibawa bisa dimaknai sebagai bentuk persembahan diri tulus dari anak-anak. Mereka berusaha memangkas uang saku dan mencoba menyisihkan sebagian untuk tujuan yang lebih luhur. Cara sederhana ini dilakukan untuk mengasah kesadaran anak-anak untuk membangun rasa peduli terhadap mereka yang tengah mengalami ketidakberuntungan dalam hidup. Berbagi merupakan cara paling baik dilakukan terhadap orang lain terutama pada mereka yang kurang mampu secara ekonomi.

Apa yang dilakukan oleh anak-anak BIA Gregorius mengingatkan kita akan persembahan janda miskin yang memberi dari kekurangan. Dalam konteks masyarakat Yahudi, seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya, berarti tidak memiliki ikatan perkawinan lagi dan tidak punya hak untuk mengelola warisan dari suami itu. Ia (janda) hidup dari belas kasih orang lain. Kisah janda menjadi menarik ketika memberikan persembahan pada Allah. Ia memberi dari kekurangan dan ketulusan hatinya. Ia tahu bahwa Allah yang berbelas kasih akan melipatgandakan rejeki dalam kehidupannya. Rejeki itu berasal dari Allah maka sudah waktunya kita memberikan kepada Allah melalui orang-orang yang tidak mampu di sekitar kita.

Pengalaman janda miskin adalah pengalaman keterpurukan, jauh dari sebuah harapan yang mekar. Pengalaman tidak mempunyai segala-galanya, membangkitkan rasa peduli dalam diri seorang janda untuk bertindak “memberi” persembahan pada Allah. Memang memberi persembahan itu hal biasa tetapi menjadi luar biasa ketika yang melakukan itu seorang janda miskin. Persembahan yang hidup menjadi bukti “iman yang menyala” pada Allah yang memberikan kehidupan.

Dalam situasi Covid yang belum usai ini, semangat anak-anak BIA Gregorius  dilatih untuk berbuat sesuatu pada orang lain yang lebih terpuruk hidupnya. Panti asuhan menjadi pilihan yang tepat bagi mereka untuk berbagi kebaikan. Di panti asuhan itu para suster sepertinya menadah kehidupan yang “terbuang” dan berusaha untuk merawat orang-orang yang kurang beruntung itu. Kehidupan para penghuni panti asuhan itu tidak lebih dari kehidupan seorang janda di zaman Yesus. Mereka sama-sama terpuruk namun dalam keterpurukan hidup itu, mereka mampu melihat kebaikan Tuhan yang datang dari anak-anak yang membawa rejeki bagi mereka.   Dalam hidup ini, kita pun perlu untuk “menjandakan diri,” merasakan pengalaman ketakberdayaan agar dengannya kita sanggup melihat Yesus sebagai sang pemilik kehidupan, sang pembaharu zaman.***(Valery Kopong)

 

 

Previous article
Next article

Related Articles

1 COMMENT

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

imankatolik.or.id
Kalender bulan ini

Popular