Ketika mengikuti kegiatan “dialog kerukunan intern agama” beberapa waktu lalu, ada pengalaman menarik dari syering pengalaman tiga narasumber. Kegiatan dialog yang menghadirkan tiga orang narasumber yang memiliki pengalaman unik dan menantang dalam kaitan dengan bagaimana membangun relasi, baik dengan internal umat Katolik maupun dengan umat lain. Pembicara pertama, yakni Romo Felix, SS.CC, Pastor Kepala Paroki Citra Raya yang dalam memaparkan materi, lebih mengedepankan bagaimana membangun relasi dengan orang lain di wilayah Kabupaten Tangerang. Menurutnya, membangun relasi itu sangat penting sebagai dasar pijak untuk berdirinya sebuah Gereja. Tidak tanggung-tanggung bahwa dalam mengunjungi para kiyai di wilayah Kabupaten Tangerang, Romo Felix juga menggandeng Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta untuk bertemu para kiyai di pondok-pondok pesantren.
Sementara itu, pembicara kedua yakni Romo Lama Sihombing, Pastor Kepala Paroki Bernadeth, memaparkan pengalaman perjumpaan dengan umat dari agama lain untuk mencari dukungan supaya bisa mendapatkan ijin membangun dari pemerintah. Memang tidak mudah untuk membangun komunikasi itu tetapi jika dijalani dengan penuh semangat akan membuahkan hasil. Gereja Bernadeth kini telah memiliki IMB dan sedang membangun tetapi juga terus digugat oleh orang-orang yang memiliki kepentingan lain untuk menggugurkan IMB itu.
Cerita pengalaman Romo Andre, pastor kepala paroki Santa Maria Tak Bernoda Rangkasbitung, agak berbeda dengan dua romo sebelumnya. Dalam menceritakan pengalaman selama delapan tahun menjadi pastor kepala Paroki Rangkas Bitung, ada hal menarik terkait bagaimana membangun dialog dan juga upaya mendapatkan IMB dari pemerintah setempat. Gereja Santa Maria Tak Bernoda – Rangkasbitung merupakan gereja tertua di Keuskupan Bogor. Gereja ini berdiri sebelum Indonesia merdeka. Namun dalam perkembangan waktu, ada oknum tertentu mempertanyakan IMB, padahal gereja itu berdiri, jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebagai orang Katolik yang taat pada aturan pendirian rumah ibadah maka proses perijinan diurus oleh pihak Gereja agar bisa mendapatkan IMB dari pemerintah Kabupaten Lebak.
Membuka ruang komunikasi menjadi hal yang sangat penting agar orang-agar sekitar bisa mengenal orang-orang Katolik. Orang-orang Katolik itu umumnya bisa keluar dari lingkup gereja untuk bisa berjumpa dan membangun dialog dengan orang atau instansi pemerintah jika mau mengurus IMB gereja. Artinya bahwa arah pergerakan keluar bagi orang Katolik umumnya, hanya untuk mendapatkan kepentingan diri dan setelahnya mereka kembali pada zona nyaman. Ini merupakan kritik diri yang perlu digalakkan supaya kita tetap membangun relasi dengan orang lain sebagainya Yesus telah mengutus murid-murid-Nya untuk mewartakan kabar gembira. Menurut Romo Andre, perkembangan gereja di Rangkasbitung berkembang pesat karena keberhasilan misi pertama di daerah Lebak itu. Para misionaris SJ dan Fransiskan telah berhasil meletakan misi awal dengan membangun dialog dan memahami budaya-budaya setempat.
Misi pertama menjadi penting dan penentu bagi keberhasilan gerak pewartaan kabar gembira oleh Gereja pada masa-masa selanjutnya. Sebagai seorang misionari perintis, memahami kultur dan menghargai kearifan lokal menjadi sebuah keharusan untuk bisa menanamkan benih-benih Sabda. Menjadi misionaris berarti berani meleburkan diri dengan masyarakat setempat agar benih-benih Sabda yang ditanamkan itu bisa bertumbuh, mengakar dan menyebar di tanah misi itu. Daerah Lebak – Banten umumnya dihuni oleh kaum Islam yang sangat militan namun kehadiran misi awal bisa diterima dengan baik. Bermisi, tidak hanya mewartakan tentang Kristus tetapi juga melakukan tindakan dengan merawat mereka yang sakit. Kehadiran rumah sakit misi pertama di Lebak menjadi titik jumpa pertama dalam bermisi. Menjadi garam dan terang dunia merupakan pegangan utama bagi seorang misionaris. Seorang misionaris harus mampu melebur dan menerangi orang-orang sekitar yang masih berada dalam kegelapan. Seperti garam yang selalu memberikan rasa pada masakan jika berada dalam takaran minor (sedikit), demikian juga sebagai pengikut Kristus dan kaum minoritas ini, kita tetap terlibat agar orang lain yang kita jumpai merasakan kasih dan kebaikan Kristus yang kita wartakan.***(Valery Kopong)