Malam natal di Gregorius memperlihatkan warna yang berbeda. Tiga ribu lebih umat memadati gereja Gregorius dan memenuhi halaman gereja. Suka cita sangat terasa. Beberapa teman yang melihat kondisi umat yang datang membludak itu bertanya, dari mana semua umat ini? Pertanyaan ini muncul karena hampir setiap minggu, tak sebanyak umat ini memenuhi gereja. Barangkali benar apa yang dikatakan oleh Romo Diaz pada minggu Natal, misa pada siang hari bahwa banyak orang Katolik “napas,” Natal-Paskah. Karakter Katolik “napas” muncul pada saat-saat tertentu, terutama pada momentum hari raya seperti Natal dan Paskah. Mereka menghilang setelah mengalami suka cita Natal dan bahkan tenggelam pada masa biasa.
Memahami kondisi riil umat yang timbul pada permukaan suka cita Natal dan tenggelam pada masa biasa, merupakan sebuah keprihatinan yang terus didaraskan tanpa tahu, kapan selesainya sikap apatis ini. Memaknai situasi ini dan memperhadapkan dengan tema Natal tahun ini sangat relevan untuk menggerakkan kesadaran umat untuk ada bersama menghidupi ruang perjumpaan dengan Tuhan. Tema Natal Tahun 2022: “…Pulanglah Mereka ke Negerinya Melalui Jalan Lain” (Matius 2:12) mengingatkan kita akan kisah perjalanan orang-orang bijak dari Timur. Perjalanan orang-orang bijak bukan tanpa arah tetapi melalui tuntutan bintang itu, mereka datang untuk menyembah Yesus, Sang Bayi yang baru dilahirkan itu. Setelah menjumpai Yesus dan memberikan kado terbaik, mereka tak mampir di rumah Herodes, tetapi melalui jalan lain. “Jalan lain” yang ditempuh adalah strategi untuk menyelamatkan Yesus dari kebuasan sang penguasa yang merasa terancam oleh kehadiran Sang Raja Damai.
Dalam konteks spiritual, tema “…Pulanglah Mereka ke Negerinya Melalui Jalan Lain” ini menggugah kesadaran kita untuk melepaskan “manusia lama” dan mengenakan “manusia baru.” Pertanyaan penting pada cacatan awal di atas, menggugah kesadaran untuk melepaskan Katolik “napas” yang muncul pada permukaan keramaian dan hanya pada moment tertentu. Menjadi orang Katolik harus berani terlibat dan berusaha menjumpai Tuhan dalam setiap waktu seperti yang sudah dilakoni oleh orang-orang bijak dari Timur. Ketika pintu-pintu rumah tertutup dan tak seorang pun menyediakan tempat bagi kelahiran Sang Putera, memunculkan pertanyaan penting. Apakah tak ada orang lagi di Betlehem dan hanya dihuni oleh rumah-rumah bisu sehingga membiarkan Sang Firman itu lahir di kandang beralaskan remah-remah makanan hewan?
Kelahiran-Nya dalam sunyi. Para gembala menjadi saksi kehadiran Sang Putera. Ia dibalut dengan lampin dan dibaringkan di palungan, tempat makanan hewan. Seperti makanan ternak yang diletakan di palungan dan setiap domba tahu tempat di mana para kawanan boleh mengambil makanan itu. Demikian juga bayi Yesus, dibaringkan dalam palungan, secara spiritual mau menunjukkan bahwa Yesus adalah roti hidup yang turun dari surga. Barang siapa memakan roti itu maka akan memperoleh hidup kekal. Ia hadir di tengah kita memberikan kesegaran hidup bagi mereka yang sedang mengalami kerapuhan iman. Ia hadir di tengah kita menawarkan “jalan lain” untuk memperoleh hidup kekal. Melalui Natal ini kita beroleh suka cita dan dilahirkan secara baru agar hidup kita mendapatkan kelimpahan berkat dari-Nya. ***(Valery Kopong)