Andaikan aku menyusuri jalan itu dan ada seorang yang jatuh setelah ditabrak mobil, kondisinya sangat mengenaskan, maka apa yang bisa aku lakukan? Melihat kondisi kritis ini, haruskan aku tinggalkan orang yang luka itu sendirian tergeletak di tanah demi kemurnian hari Sabat? Atau haruskah aku menabrak aturan Sabat yang kaku itu untuk menolongnya sebagai sesama anak manusia? Hari Sabat dan sunat merupakan dua persoalan yang terus mengemuka di hadapan publik dan menjadi bahan perdebatan di zaman Yesus. Para ahli Taurat yang mengerti Hukum Musa yang tertulis dalam Kitab Taurat, memahami secara harafiah dan berupaya untuk menjerat Yesus yang dinilai melanggar aturan tentang Sabat itu. Bagaimana kita memaknai Sabat sebagai warisan masa lampau dan mendapat pembaharuan pada Perjanjian Baru?
Untuk bisa memahami Sabat, perlu melihat kembali Kitab Suci Perjanjian Lama terutama yang berbicara tentang kisah penciptaan dan pada hari ke tujuh Allah beristirahat. Sabat (Ibrani: shabbath), dihitung mulai hari Jumat sore ketika matahari terbenam sampai dengan Sabtu sore saat matahari terbenam pula. Dalam konteks kitab Genesis, manusia berkewajiban memuji dan memuliakan Allah serta menguduskan hari Sabat itu. Sabat, hari ke tujuh dalam penciptaan, adalah hari yang dikuduskan Allah dan Ia berhenti dari segala pekerjaan ciptaan yang telah dibuat-Nya (lih. Kej 2:2-3; Kel 20:11). Karena itu, Allah pun melarang umat-Nya bekerja pada hari Sabat (Kel 20:9-11). Sabat merupakan tanda peringatan antara manusia dengan Allah, sebagai perjanjian kekal (lih. Kel 31:13; Kel 31:16; Kel 31:17).
Dalam Perjanjian Baru, Sabat tidak dilenyapkan oleh Yesus tetapi diberi makna baru. Esensi Perjanjian Baru menempatkan hari Minggu sebagai hari Tuhan untuk menggenapi makna Sabat. Hari Sabat, hari ke tujuh dalam minggu mengacu kepada hari istirahat di akhir Penciptaan. Sedangkan hari Minggu adalah hari pertama dalam minggu, mengacu kepada Penciptaan. Oleh misteri Paskah Kristus, kita menjadi ciptaan yang baru: “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” (2Kor 5:17).
Hari Minggu adalah Hari Tuhan bagi umat Kristiani. Hari Minggu merupakan hari pertama dalam minggu dan bukan Sabat (hari terakhir dalam minggu). Hukum Taurat, salah satunya berbicara tentang Sabat memberikan gambaran akan bayangan tentang keselamatan yang akan datang dan bukan hakikat dari keselamatan itu sendiri. Hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai pada kedatangan Kristus supaya kita dibenarkan karena iman.
Puncak iman Kristiani dihayati dalam terang kebangkitan Kristus. Yesus bangkit pada Minggu Paskah dan hal ini ditunjukkan oleh Kristus sendiri. . Ia bangkit dari mati pada hari pertama Minggu (Mat 28:1; Mrk 16:2; Luk 24:1; Yoh 20:1), menampakkan diri kepada para rasul dan memecah roti juga pada hari yang sama (Luk 24:13-36; Yoh 20:19), dan kemudian pada kesempatan berikutnya (Yoh 20:26). Sabat yang termuat dalam Taurat Musa, hanya menyajikan bayang-bayangan akan datangnya penyelamat. Karena itu ketika Yesus hadir memaknai Sabat, tidak tunduk pada aturan kaku yang tidak membebaskan itu. Ia (Yesus) sebagai pembebas maka tindakan-Nya membebaskan orang-orang sakit dan tertindas melampaui Sabat. Yesus lebih mementingkan aspek kemanusiaan yang ditebus-Nya melalui pengorbanan diri di kayu salib. Karena itu Ia berani melawan arus untuk memberikan pemahaman baru akan hari Sabat. Sabat tak sekedar tentang aturan yang kaku seperti tidak menolong orang dan tidak boleh bekerja tetapi konteks Perjanjian Baru dimaknai sebagai waktu berahmat (kairos) di mana Sang Mesias hadir untuk melakukan tindakan yang membebaskan.***(Valery Kopong)