23.9 C
Tangerang
Tuesday, 18 March, 2025
spot_img

Umat Katolik Marianis

                                             

                                                       (catatan misa inkulturasi)

Setelah Konsili Vatikan II, Gereja Katolik semakin  terbuka, tidak hanya terhadap agama-agama lain tetapi juga mengapresiasi nilai-nilai budaya lokal yang dimiliki oleh umatnya. Umatnya yang beragam diberi peluang untuk mengungkapkan iman dalam  konteks budaya lokal.   Budaya yang dimiliki dan membentuk kepribadian sejak kecil dimanfaatkan sebagai sarana yang mengantar untuk memahami, siapa itu Allah yang sebenarnya. Dalam  Gereja Katolik, sering terjadi misa inkulturasi yang memperlihatkan budaya-budaya lokal yang bisa mengantar umat untuk memahami misteri Allah melalui sakramen-sakramen.  Misa inkulturasi menjadi bagian penting untuk memahami kehadiran Allah lewat beragam budaya.

Ketika menghadiri sebuah perayaan misa inkulturasi, ada nuansa yang berbeda dirasakan umat yang berada di perantauan, mencoba menghidupkan nilai-nilai budaya yang pernah dihidupinya. Berada di perantauan, bukan berarti melupakan budaya yang hidup di perkampungan, tetapi berakar pada budaya itu, dihidupkan kembali budaya lokal dalam bentuk nyanyian dan tarian yang mengiringi perayaan Ekaristi itu. Saat menampilkan lagu dan tarian mengiringi prosesi misa, seolah-olah kesadaran setiap insan yang hadir saat itu, digiring untuk mengenang kembali kisah masa lalu di kampung yang jauh. “Per Mariam ad Iesum.” Inilah tema sentral yang diusung dalam perayaan inkulkurasi di sebuah paroki, sekaligus mengingatkan kita akan peran Maria di dalam kehidupan manusia.

Misa inkulturasi tidak sekedar seremoni belaka melainkan sebuah ungkapan iman pada Allah. “Kita masih beruntung punya seorang Bunda Maria yang kemudian menjadi ibu kita.” kehadiran Maria sangat dibutuhkan agar melaluinya kita bisa selamat dalam ziarah hidup iman kita. Masyarakat Katolik dikenal sebagai masyarakat Katolik Marianis, yang terungkap melalui cara-cara dalam berdevosi kepada Bunda Maria. Dalam perjalanan hidupnya, Maria memperlihatkan diri sebagai ibu yang peduli dan memperhatikan orang lain. Perhatian terhadap Yesus dan orang-orang lain di sekitarnya  menjadi prioritas utama. Maria menunjukkan diri sebagai ibu yang berbela rasa dan membangun inisiatif untuk menyelamatkan orang-orang dari situasi genting. Di saat orang merasa kehilangan harapan dan bahkan kehilangan segala-galanya, Maria tampil sebagai ibu yang tidak hanya menghibur tetapi membantu dan memberikan solusi dalam memecahkan persoalan yang dihadapi.

Figur Maria perlu dicontoh karena selalu menanggalkan egoisme dan menempatkan kepentingan publik dari kepentingan pribadinya. Ia pun menyadari bahwa Yesus adalah anak Allah yang dikandung dari Roh Kudus dengan meminjamkan rahimnya. Tetapi rahim Maria adalah “rahim semesta” yang menghadirkan Yesus untuk dicintai dan menjadi penebus untuk seluruh umat manusia. Yesus tidak menjadi milik diri seorang Maria tetapi ia menyadari bahwa Yesus milik umat manusia. Karenanya seluruh tindakan Yesus dan pengorbanan diri yang bermuara pada kematian di kayu salib menjadi kegelisahan dan kekuatan iman umat. Maria sungguh gelisah ketika berhadapan dengan realitas dan berperan penting dalam berkoordinasi dengan Yesus dalam upaya penyelamatan situasi.

Mukjizat pertama pada pesta pernikahan di Kana, menunjukkan peran produktif  itu. Ia menyerahkan seluruh urusan pada Yesus, ketika tuan pesta kehabisan anggur. Melalui permintaan Maria, mukjizat pertama yang menjadi bukti keilahian Yesus terjadi. Dan paling akhir, ia bertahan di jalan salib Tuhan. “Ini menunjukkan bahwa derita Putera sungguh menjadi bagian hidupnya. Hidupnya memang selalu menunjuk kepada Yesus, bukan menyatakan kehebatan keibuannya.”

Ziarah iman kita menuju Yesus  melalui Maria adalah sah. Mengapa melalui Maria? Ketika Ia disalibkan, ia menyerahkan Maria untuk menjadi ibu para murid dan kita semua.  Kata-kata Yesus di saat yang sangat genting menunjukkan seorang pribadi yang istimewa bagi siapa saja yang menjadi murid Yesus. Maria adalah jalan pintas untuk mencapai ziarah iman kita. Melalui Maria, kita memperoleh kepenuhan Allah yang kita cari. Maria bisa membantu kita untuk mengenal siapa itu Allah. Seperti dalam pengalaman umat Israel,  Allah tidak membiarkan sisa umat Israel hilang lenyap. Allah menjanjikan untuk mengutus seorang Mesias yang bisa menyelamatkan umat-Nya. Tuhan / Yahwe orang Israel adalah Allah yang setia.

Kita boleh meyakini kesetiaan Allah di tengah domba-domba-Nya. Dalam diri Yesus kita melihat ketaatannya pada Allah  yang luar biasa. Yesus  adalah representasi kehadiran Allah sendiri. Yesus sendiri sebagai  Imam Agung hanya karena ingin menghadirkan kesetiaan kepada Allah. Melalui Bunda Maria, Allah yang diimani setiap saat merangkul kita agar tidak sesat. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, juga menampilkan kepenuhan rahasia hidup Allah yang peka terhadap kenyataan, tidak membiarkan Bartimeus melarat di pinggir jalan.

Allah yang kita cari mewujud dalam diri Yesus sebagai pribadi yang solider, yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Apa yang kiranya berkesan dan belajar dari contoh kehidupan Maria? Beriman pada Yesus tidak cukup tetapi perlu diwujudnyatakan dalam hidup sehari-hari. Kita meningkatkan keyakinan kita tentang Yesus melalui Maria. Kehadiran Yesus merupakan kehadiran keteladanan, menciptakan kehidupan kita sehingga menjadi kesaksian nyata yang merangkul satu sama lain. Hidup kita menjadi sebuah kesaksian nyata.***(Valery Kopong)

Previous article
Next article

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

imankatolik.or.id
Kalender bulan ini

Popular