Para Pastor Yang Pernah Berkarya di Paroki Kutabumi

Para pastor yang pernah bekerja di Paroki Kutabumi 

  1. Romo Andrianus Andi Gunadi, Pr

Romo Andi adalah Pastor Kepala Pertama Paroki Kutabumi. Beliau bertugas dari tahun 2012-2016. Menelusuri sejarah paroki Kutabumi – Gereja St. Gregorius Agung,  membuka catatan dari perjalanan panjang dan penuh tantangan. Sejak menjadi stasi, Gregorius Agung  masih menginduk pada paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda – Tangerang.  Namun sejak dialihkan statusnya menjadi sebuah paroki pada tahun 2012, Paroki Kutabumi mulai melepaskan diri dari paroki HSPMTB – Tangerang.

Paroki baru, pastor kepala paroki juga baru. Romo Andrianus Andi Gunadi, Pr menjadi pastor kepala paroki Kutabumi pertama berdasarkan SK Bapak Uskup Agung Jakarta, terhitung per 3 September 2012. Romo Andy tidak bekerja sendirian tetapi dibantu oleh pastor rekan, Romo Yosef Natalis Kurnianto, Pr. Kedua romo ini, begitu semangat untuk mengurus paroki Kutabumi yang masih “bayi.” Jika dilihat dari pola pastoral yang dibangun oleh Romo Andy dan Romo Natalis, maka ada keseimbangan pola pastoral. Romo Andy menata paroki dengan liturgi yang semarak, sementara itu Romo Natalis lebih membangun pola pastoral praktis.

Program unggulan apa yang dibangun oleh Romo Andy? Semasa Romo Andy sebagai pastor kepala paroki Kutabumi, banyak gebrakan yang dilakukan untuk menghidupkan paroki itu. Menurut Romo Andy, Gereja adalah “rumah kedua” bagi umat. Dengan menjadikan gereja sebagai rumah kedua maka banyak kegiatan dilakukan sebagai cara untuk menyapa umat. Romo Andy begitu peka dengan kehidupan umat yang umumnya dari kaum buruh. Karena itu banyak pelatihan yang dilakukan, seperti pelatihan servis AC, pelatihan menjahit dan pelatihan pijat refleksi. Program pelatihan yang diadakan oleh paroki ini menghadirkan para pelatih yang kompeten. Dari proses pelatihan yang diikuti itu, banyak melahirkan peserta yang terampil dan pada akhirnya bisa mandiri.  

2. Romo Yosef Natalis Kurnianto, Pr

Romo Natalis adalah pastor rekan pertama  di Paroki Kutabumi. Ia bertugas dari bulan September tahun 2012-Agustus 2013. Walaupun ia bekerja tidak terlalu lama tetapi berperan penting dalam karya pastoral. Tahun 2012 ketika Gregorius menjadi sebuah paroki mandiri, Romo Natalis bersama dengan beberapa team mengadakan studi banding ke Paroki Cikarang terkait bagaimana proses pelaksanaan Rapat Karya yang saat itu baru mulai di Paroki Cikarang dan kemudian menjadi bekal untuk memulai Rapat Karya di Paroki Kutabumi. 

Ada satu gagasan kecil dari Romo Natalis tetapi berpengaruh besar terhadap Paroki Kutabumi adalah dimulainya “gerakan gope” yang bisa menopang bisa mengumpulkan banyak uang untuk kepentingan pembinaan keluarga-keluarga muda

3. Romo Ignatius Prasetyo Handaya Wicaksono, Pr (Romo Sony).

Bertugas sebagai pastor rekan di Paroki Kutabumi mulai tahun 2013 – 2018. Ia dikenal sebagai     pastor untuk kaum muda dan rajin mengunjungi  lingkungan-lingkungan. Kesederhanaan dan keramahannya, membuat Romo Sony dikenal akrab oleh umat. Pada September 2015, tepatnya perayaan ulang tahun Paroki Kutabumi ke 3, di bawah pendampingan Romo Sony, diadakan sebuah drama kolosal yang melibatkan anak-anak OMK dan Komsos KAJ.

4. Romo Yustinus Sulistiadi, Pr

Romo Sulistiadi atau sering disapa Rosul bertugas sebagai Pastor kepala Paroki dari tahun 2016 – 2021. Ketika Romo Andy sebagai pastor kepala paroki Kutabumi yang pertama, ia mewacanakan Gereja sebagai rumah kedua bagi umat. Sebagai pastor kepala paroki yang kedua, Romo Sulis mewacanakan Gereja peziarah. Pelbagai upaya dilakukan oleh Romo Sulis untuk mewujudkan Gereja peziarah itu. Ada pembenahan dan penataan area seputar gereja paroki sebagai upaya untuk mewujudkan Gereja peziarah itu.

Selain membenah area gereja paroki, jika kita melihat beberapa karya yang diwariskan oleh Romo Sulis, memberikan pesan simbolik dan ini bertujuan untuk mengantarkan umat untuk bisa memahami makna di balik simbol itu. sebagai contoh, pada masa Romo Sulis dibangun kolam pembaptisan yang biasa digunakan untuk membaptis para baptisan dewasa tepat di malam paskah. Pesan simbolik ini mengingatkan kita akan makna pembaptisan Yesus untuk mau bersolider dengan manusia. Pembaptisan Yesus juga mengingat kita akan permulaan Yesus untuk tampil di hadapan umum pada usia 30 tahun.

Simbol lain yang bisa kita lihat adalah lukisan mozaik anak domba, persis di depan sekretariat gereja Gregorius. Beberapa kali melihat mozaik itu, menggiring kesadaran iman siapa pun untuk mengingat apa yang terjadi pada masa lampau dan apa yang terjadi pada masa Perjanjian Baru. Mozaik yang penuh simbolik itu sepertinya menyatukan dua kurun waktu yang berbeda, masa lampau dan masa dalam Perjanjian Baru. Mozaik yang dirancang dengan Romo Sulis sebagai konseptor, menghadirkan sebuah kisah pengorbanan yang menyelamatkan.

Anak domba yang dibuat dalam bentuk mozaik memiliki nilai artistik tetapi juga memiliki nilai sejarah. Anak domba, siapa pun mengenalnya sebagai hewan yang memiliki karakter yang lugu dan tidak berontak di saat mengalami kekerasan. Ketika melihat anak domba dalam konteks iman Kristiani, membersitkan nilai pengorbanan sekaligus juga menawarkan daya penyelamatan manusia. Anak domba tidak hanya kurban utama dan menjadi santapan lezat bagi bani Israel saat hendak keluar dari Mesir, tetapi darahnya yang digunakan untuk mengoleskan jenang pintu rumah orang-orang Israel,  menjadi tanda pembebasan mereka ketika tulah kesepuluh itu mendapat penggenapannya.

Apa yang terjadi ketika tulah kesepuluh itu terpenuhi? Anak laki-laki sulung Israel selamat dan orang-orang Mesir mendapatkan ratapan massal. Dengan mengorbankan anak domba dan darahnya menjadi tanda bagi orang Israel, memberikan pembebasan mereka dari ancaman maut itu. Allah pada akhirnya membebaskan umat pilihan-Nya yang saat itu terbelenggu oleh ulah para penindas dan mereka  segera keluar dari Mesir. Mereka memulai masuk dalam padang gurun pengembaraan untuk mencapai tanah yang dijanjikan Allah kepada mereka.

Dalam konteks perjanjian baru, Yesus dijuluki sebagai anak domba Allah. Julukan ini tidak sekedar disematkan pada-Nya tetapi memiliki akar sejarah pada perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, domba dijadikan sebagai kurban dan merupakan tipologi yang mendapat kepenuhannya dalam Kristus, Anak Domba Allah. Kristus adalah Anak Domba yang tak bernoda (Kel. 12:5) karena berasal dari Allah. Ketika dahulu darah anak domba menyelamatkan bangsa pilihan Allah maka dalam Perjanjian Baru, Kristus menjadi kurban utama untuk menyelamatkan umat manusia melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. 

5. Romo Nemensius Pradipta, Pr

Sebagai Pastor rekan dari tahun 2018-2020. Setelah ditahbiskan menjadi imam di Paroki Alam Sutera, Romo Dipta langsung ditempatkan sebagai pastor rekan di Paroki Kutabumi. Dalam kesehariannya sebagai pastor rekan, ia diberi kepercayaan untuk mendampingi kaum muda, seksi katekese dan beberapa kelompok lain. Bersama dengan Romo Sulis sebagai pastor kepala, mereka menghidupkan katekese secara daring yang disiarkan secara langsung oleh Komsos Gregorius.

Katekese dan perayaan Ekaristi secara daring, pada masa pandemi Covid 19, Gregorius lebih dahulu memulai jika dibandingkan dengan paroki-paroki lain di KAJ. Romo Dipta berperan penting untuk mempersiapkan para katekis yang saat itu diminta untuk mempersiapkan materi dan mendapat arahan darinya sebelum tampil secara online. Namun tahun 2020, di tengah masa pandemi Covid 19 yang belum berakhir, Romo Dipta dipindahkan ke Paroki Harapan Indah, Bekasi. Terima kasih untuk pengabdian di Paroki Kutabumi

Valery Kopong