24 C
Tangerang
Saturday, 8 February, 2025
spot_img

Berani Memeluk Derita

(Sumber Inspirasi: Yohanes 16:20-23)

Seorang ibu yang sedang mengandung selama sembilan bulan sepuluh hari, tentu mengalami tantangan. Ia berusaha untuk menjaga pola hidup  agar bayi yang sedang dikandung bisa lahir dalam keadaan baik. Ketika hendak melahirkan, nyawa seorang ibu menjadi taruhan. Namun setelah melihat sang bayi yang sudah lama dinantikan itu lahir dalam keadaan baik, hati seorang ibu tentu lega dan yang terpenting adalah seorang ibu berusaha melupakan derita yang dialami dalam proses persalinan itu. Kehadiran sang bayi membawa suka cita dan seakan menghapus penderitaan yang selama ini dialaminya.   

Ilustrasi ini mengantar kita untuk memahami teks Injil hari ini. Analogi yang dibangun oleh Yesus memberikan gambaran, bahwa untuk mencapai puncak kegembiraan, seseorang harus melalui sebuah proses panjang. Melewati proses hidup yang penuh tantangan dan derita merupakan sebuah alur hidup yang mesti dilewati. Yesus menekankan proses untuk mencapai sebuah kematangan hidup. “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya kamu akan menangis dan meratap, tetapi dunia akan bergembira; kamu akan berdukacita, tetapi dukacitamu akan berubah menjadi sukacita.” Penggalan Sabda Yesus ini, di satu sisi  menawarkan kegembiraan tetapi di sisi lain menawarkan tantangan.  Bahwa kegembiraan akan dirasakan oleh seseorang, tidak akan dimulai dalam kegembiraan tetapi kegembiraan itu akan dialami setelah orang melewati proses panjang, melewati tantangan-tantangan. 

Proses kehidupan yang penuh tantangan, sudah diperlihatkan oleh Yesus sebagai bentuk nyata ketaatan-Nya pada Bapa dan kecintaan-Nya pada manusia. Ia berani memeluk derita  karena Ia tahu akan tugas perutusan yang mulia. Pada moment di mana Yesus terpaku di atas kayu salib, Ia diolok-olok oleh para serdadu. “Kalau benar Engkau Anak Allah, turunlah dari salib itu dan selamatkanlah diri-Mu!” Yesus tidak menanggapi ejekan itu dengan menurunkan diri dari salib karena Ia tahu, belum saat-Nya menyelesaikan proses derita itu. Jika Yesus turun dari salib setelah diejek, maka keselamatan belum bisa terlaksana.

Yesus mengajarkan banyak hal pada semua manusia. Ia memeluk salib sebagai bagian penting dalam karya penyelamatan dunia. Salib mengajarkan pada kita tentang puncak cinta yang memperlihatkan nilai pengorbanan diri. Cinta tulus Sang Putera pada manusia dengan menyerahkan diri untuk disiksa dan didera. Ia berani membiarkan diri-Nya dicambuk bahkan tangan dan kaki-Nya ditembusi dengan paku. Di balik penderitaan itu membawa kegembiraan bagi dunia. Salib bukanlah menutup akhir dari cerita hidup Yesus. Salib,  bentuk pertanggung jawaban-Nya pada dunia. “Bapa, selesailah sudah.” Allah tak membiarkan Dia dikuasai maut. Ia dibangkitkan dari alam maut. Dunia bersuka cita dan seakan melupakan pengalaman derita, mirip seorang ibu, yang setelah melahirkan, bergembira oleh kehadiran anaknya.***(Valery Kopong)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

imankatolik.or.id
Kalender bulan ini

Popular